Periode kedua: Jahriyatu ad-Dawah dan Sirriyatu at-Tanzhim.
Periode kedua ini diawali sejak turunnya firman Allah :“Maka sampaikanlah olehmu secara terang-terangan segala apa yang diperintahkan (kepadamu) dan berpalinglah dari orang-orang yang musyrik” (al-Hijr [15]: 94).Dan firman Allah :
“Dan berilah peringatan kepada kerabat-kerabatmu yang dekat” (asy-Syu’ara [26]: 214).
“Dan katakanlah, ‘Sesungguhnya aku adalah pemberi peringatan yang menjelaskan’” (al-Hijr [15]: 89).
Mubarakfuri dalam kitabnya ar-Rahiqul Makhtum berkata, “Hal pertama kali yang dilakukan Rasulullah setelah turunnya ayat, ‘Dan berilah peringatan kepada kerabat-kerabatmu yang dekat‘,
ialah mengumpulkan Bani Hasyim. Lalu mereka berkumpul. Di antara mereka
terdapat beberapa orang dari Bani Muthallib bin Abdi Manaf. Seluruhnya
berjumlah 45 orang pria. Dalam pertemuan ini, Abu Lahab berkata, ‘Hai
Muhammad, mereka itu adalah para pamanmu, dan anak- anak dari pamanmu,
bicaralah dan jangan engkau main-main! Ketahuilah bahwa kaum kerabatmu
tidak mampunyai kekuasaan terhadap seluruh bangsa Arab. Aku berhak
menentangmu, cukuplah bagimu perlindungan dari sanak famili ayahmu! Jika
engkau terus-menerus berbuat seperti yang kau lakukan itu, mereka akan
lebih mudah menyerangmu daripada suku-suku kabilah Quraisy lainnya, dan
pasti akan dibantu oleh seluruh orang Arab. Sesungguhnya, aku tidak
pernah melihat ada seorang yang datang membawa bencana seperti yang
engkau bawa itu.
Rasulullah saw. diam saja, dalam
pertemuan itu beliau tidak menjawab sepatah kata pun. Pada kesempatan
lain beliau mengundang mereka lagi untuk yang kedua kalinya. Dalam
pertemuan ini beliau berkata, ‘Segala puji milik Allah, kepada-Nya
kupanjatkan puji syukur dan kepada-Nya pula aku mohon pertolongan.
Kepada-Nya aku beriman dan kepada-Nya juga aku bertawakal. Aku bersaksi
bahwasanya tiada ilah selain Allah dan tiada sekutu apa pun bagi-Nya.’
Setelah mengucapkan kata pembukaan itu, beliau melanjutkan, ‘Seorang
utusan tidak akan membohongi keluarganya. Demi Allah yang tiada ilah
selain Dia bahwa aku adalah utusan Allah, khususnya kepada kalian dan
kepada semua manusia pada umumnya. Demi Allah, kalian pasti akan mati
seperti di saat kalian tidur dan kalian pasti akan dihidupkan kembali
seperti saat kalian bangun tidur. Terhadap kalian pasti akan diadakan
perhitungan mengenai apa yang kalian perbuat. Kemudian tidak ada tempat
lain kecuali surga yang kekal selama-lamanya, atau neraka yang kekal
selama-lamanya….
Abu Thalib menyahut, ‘Dengan senang
hati kami bersedia membantumu, kami terima apa yang kau berikan sebagai
nasihat, dan kami pun mempercayai segala tutur katamu! Mereka yang
sekarang berkumpul itu adalah sanak famili ayahmu dan aku hanyalah
seorang dari mereka… tetapi justru akulah yang paling cepat menyambut
keinginanmu. Demi Allah, aku akan tetap melindungi dan membelamu, tetapi
aku sendiri tidak dapat meninggalkan agama Abdul Muthallib.’
Abu Lahab menyahut, ‘Demi Allah, itu sikap yang sangat buruk! Cegahlah dia (Muhammad) sebelum orang-orang lain bertindak ter-hadapnya.’ Abu Thalib menjawab, ‘Demi Allah, dia akan kami bela selama kami hidup’.
Di Atas Bukit Shafa
Setelah yakin akan mendapat pembelaan
dari Abu Thalib, Rasulullah saw. pun pada suatu hari datang ke bukit
Shafa kemudian berseru, “Ya shabaha!” Maka kabilah-kabilah
Quraisy pun berdatangan memenuhi seruan. Kepada mereka, Rasulullah saw.
mengajak beriman kepada risalah yang dibawanya, hari akhir, dan
tauhidullah.
Bukhari meriwayatkan bagian dari kisah ini dari Ibnu Abbas, ia berkata, “Setelah turun ayat ‘..dan berilah peringatan kepada kaum kerabatmu yang dekat’, Rasulullah saw. segera naik ke atas bukit Shafa kemudian berseru, ‘Hai Bani Adi dan suku-suku kabilah Quraisy yang lain,’
hingga mereka itu berkumpul. Orang yang berhalangan datang, mengirimkan
wakil untuk menyaksikan sendiri apa yang dilakukan oleh Rasulullah saw.
Setelah Abu Lahab bersama beberapa orang Quraisy lainnya datang, Rasulullah saw. bertanya :
“Jika kalian kuberitahu bahwa di lembah sana terdapat pasu- kan berkuda hendak menyerang kalian, apakah kalian akan mempercayaiku?” Mereka menyahut, “Ya, kami belum pernah menyaksikan Anda berdusta.” Beliau kemudian melanjutkan, “Sesungguhnya aku datang untuk memberi peringatan kepada kalian bahwa di depan kalian terdapat siksa yang amat keras!” Mendengar itu Abu Lahab berteriak, “Celakalah engkau selama- lamanya! Untuk itukah engkau mengumpulkan kami?” Saat itu turunlah wahyu, “Celakalah kedua tangan Abu Lahab…. “
Seruan ini merupakan klimaks penyampaian
risalah. Kepada kaum kerabatnya, Rasulullah saw. menjelaskan bahwa
mempercayai kebenaran risalahnya adalah jaminan bagi kelangsungan
hubungan beliau dengan mereka. Fanatisme kekabilahan atau kekerabatan
yang berabad-abad dipertahankan oleh orang-orang Arab, sejak saat itu
mencair di bawah panasnya peringatan yang datang dari sisi Allah.
Karakteristik Periode Kedua
KARAKTERISTIK PERTAMA : Da’wah kepada Keluarga Dekat
Bibit-bibit
da’wah pertama dalam periode sirriyah terdapat di rumah Nabi saw.
Sebab, orang-orang yang pertama masuk Islam, setelah Rasulullah adalah
istrinya, Khadijah binti Khuwailid radhiyallahu ‘anha, mantan budaknya;
Zaid bin Haritsah, serta anak pamannya; Ali bin Abi Thalib. Ali tinggal
bersama Nabi saw. dan ditanggung oleh beliau, demi meringankan beban Abu
Thalib yang harus menanggung banyak keluarga tetapi miskin keadaannya,
di samping untuk membalas jasa Abu Thalib yanr, telah mengasuhnya semasa
kecil. Anak-anak perempuannya, yaitu Zainab, Ruqayah, Ummu Kaltsum, dan
Fathimah. Rumah Nabi saw. seluruhnya sudah muslim.
Lantaran itu, manakala da’wah beralih
pada periode jahriyah mau tidak mau da’wah harus disampaikan kepada
keluarga dekat, yaitu Bani Hasyim dan Bani Muthallib serta
memberitahukan persoalannya kepada mereka. Ini merupakan Sunnah llahiyah.
Da’wah ini dilakukan dari keluarga yang
terdekat sampai kepada keluarga yang terbesar, yaitu ketika Rasulullah
saw. mengumumkannya di bukit Shafa di atas Mekah. Nabi saw. mengundang
semua keluarga sehingga para wakil Quraisy hadir semuanya. Nabi saw.
mengajak mereka kepada Islam dan kesiapan memberikan pembelaan. Tetapi,
semuanya menolak, khususnya setelah pamannya, Abu Lahab, mencela dan
mengecamnya di hadapan khalayak seraya berkata, “Celaka kamu, apakah untuk keperluan ini kamu kumpulkan kami.”
Perintah al-Qur’an untuk melakukan da’wah
secara jahriyah telah cukup jelas sehingga tidak ada pilihan lain bagi
Rasulullah saw. kecuali harus melakukan da’wahnya secara
terang-terangan, betapa pun risiko yang beliau hadapi.
KARAKTERISTIK KEDUA : Berpaling dari Kaum Musyrikin
Berpaling dari kaum musyrikin berarti mewujudkan dua pemikiran dalam waktu yang sama. Pertama, melakukan da’wah dan menjelaskan rambu-rambunya tanpa menghiraukan kemarahan atau tanggapan para musuhnya. Kedua,
tidak membalas gangguan materi dan ma’nawi yang mereka lancarkan atau
upaya-upaya mereka untuk menghina Islam dan kaum muslimin. Ini seperti
diajarkan Allah di dalam firman-Nya :
“Dan apabila mereka mendengar perkataan yang tidak bermanfaat, mereka berpaling darinya dan mereka berkata; Bagi kami amal-amal kami dan bagimu amal-amalmu, kesejahteraan atas dirimu, kami tidak ingin bergaul dengan orang-orang jahil’ (al-Qashash [28]: 55).“Dan hamba-hamba yang baik dari (Allah) Yang Maha Penyayang itu (ialah) orang-orang yang berjalan di atas bumi dengan rendah hati dan apabila orang-orang jahil menyapa mereka, mereka mengucapkan kata-kata yang baik” (al-Furqan [25]: 63).
KARAKTERISTIK KETIGA : Rambu-Rambu Da’wah Baru
Garis besar dan asasi bagi agama baru ini
ialah: iman kepada Allah Yang Maha Esa, iman kepada Rasulullah saw.,
dan iman kepada hari akhir.
Itulah garis besar yang menjadi pusat
perhatian selama periode ini. Ia merupakan titik tolak da’wah yang utama
dalam pengumuman yang pertama bagi da’wah di dunia dan di dalam khutbah
Nabi saw. yang ditujukan kepada kaumnya.
“Segala puji bagi Allah, aku memuji-Nya, meminta pertolongan kepada-Nya, beriman kepada-Nya, bertawakal kepada-Nya, dan bersaksi tiada ilah kecuali Allah semata, tiada sekutu bagi-Nya…. Sesungguhnya, pemimpin tidak akan mendustai keluarganya, demi Allah yang tiada ilah kecuali Dia…”
Demikianlah garis besar da’wah pertama. Sedangkan, garis yang kedua ialah,
“Sesungguhnya aku adalah rasul Allah kepada kalian pada khususnya dan kepada manusia pada umumnya.”
Dan garis besar yang ketiga ialah,
“Demi Allah, kalian pasti akan mati
sebagaimana kalian tidur, kalian pasti akan dibangkitkan sebagaimana
kalian bangun (tidur), kalian pasti akan dihisab atas apa yang kalian
amalkan. Sesungguhnya, ia adalah surga selama-lamanya atau neraka
selama-lamanya.”
KARAKTERISTIK KEEMPAT : Da’wah Secara Umum
Da’wah ini dimulai semenjak pertama kali Rasulullah mengumumkan universalitas da’wah,
“Sesungguhnya aku adalah Rasulullah kepada kalian secara khusus dan kepada umat manusia secara umum.”
Ia bukan risalah lokal yang terikat oleh
tempat atau waktu tertentu. Ia adalah risalah umat manusia secara umum.
Oleh sebab itu, di antara batu bata pertama da’wah ini adalah
universalitas yang tertuang dengan penegasan di atas. Suhaib; pelopor
orang Romawi, dan Bilal; pelopor orang-orang Habasyah, merupakan
angkatan pertama mereka yang memeluk agama yang tidak membedakan antara
Arab dan ajam. Tidak ada perbedaan sedikit pun di antara seorang kulit
putih dengan kulit hitam kecuali dalam taqwa atau amal shalih.
KARAKTERISTIK KELIMA : Sirriyatu at-Tanzhim
Untuk menjaga sirriyatu at-tanzhim
diperlukan pemilihan markas yang rahasia dan jauh dari pandangan mata.
Di tempat ini berlangsung pertemuan antar sesama junudud da’wah atau antara junud dan qiyadah, tanpa diketahui oleh aparat intelejen musuh.
Rosululloh memilih Darul Arqam (Rumah al-Arqam bin Abil Arqam) sebagai markar tanzhim dengan berbagai pertimbangan antara lain :
Pertama, karena al-Arqam
tidak diketahui keislamannya, sehingga tidak pernah terpikir oleh
mereka bahwa pertemuan Muhammad dan para sahabatnya berlangsung di
rumahnya.
Kedua, karena al-Arqam
bin Abil Arqam berasal dari Bani Makhzum. Sedangkan, kabilah Bani
Makhzum adalah musuh bebuyutan Bani Hasyim. Kendatipun keislaman
al-Arqam telah mereka ketahui, namun tidak akan terpikir oleh mereka
bahwa pertemuan itu berlangsung di rumahnya. Sebab, hal ini berarti
pertemuan ada di jantung barisan musuh.
Ketiga, karena al-Arqam
pada waktu masuk Islam masih muda, sekitar usia 16 tahun. Maka, tatkala
Quraisy mencari markas pengkaderan tersebut, tidak pernah terpikirkan
oleh mereka untuk mencarinya di rumah “anak-anak kecil” dari sahabat
Muhammad saw. Pendeteksian dan pencarian mereka tertuju ke rumah-rumah
para sahabat yang sudah cukup usia atau ke rumah Nabi sendiri.
KARAKTERISTIK KEENAM : Al-Qur’an Sumber Penerimaan
Ini merupakan hal yang paling diperlukan
oleh para da’i. Penerimaan al-Qur’an berlangsung di sana (Darul Arqam).
Manakala setiap muslim telah mendapatkan bekal beberapa ayat dari
al-Qur’an, Jibril turun kembali membawa ayat-ayat al-Qur’an ke dalam
hati Muhammad saw. Ayat-ayat ini cukup untuk mengkader dan melahirkan
generasi Qur’an yang unik. Generasi ini tidak menerima pelajaran selain
dari wahyu al-Qur’an atau hadits Rasul saw. Namun, wahyu ini telah
sanggup merontokkan segala kotoran, ideologi, dan nilai-nilai jahiliah
yang melekat di dada mereka, digantikan oleh nilai-nilai baru yang
datang dari Allah, Penguasa alam semesta.
Pertemuan harian yang berlangsung secara
rutin di Darul Arqam telah berhasil mengubah realitas manusia. Jiwa-jiwa
itu berinteraksi dengan wahyu yang diturunkan sehingga menjadikannya
sebagai manusia baru yang berbeda sama sekali dari sebelumnya. Manusia
baru karena nilai, pemikiran, perasaan, rasa cinta, benci, cita-cita,
keprihatinan, dan kesibukannya sama sekali berbeda dengan sebelumnya.
Pada periode ini sang qiyadah dan murabbi (Nabi saw.) senantiasa berusaha menjaga kesatuan dan keunikan sumber penerimaan (masdarut talaqqi),
yaitu al-Qur’an. Sebelumnya, generasi ini adalah ummi (tidak mengenal
bacaan dan tulisan). Generasi ini tidak pernah menerima ilmu-ilmu
sekuler (tsaqafah basyariyah) yang mencampur-adukkan yang haq
dan yang batil. Ia jauh dari filsafat Yunani, ilmu pengetahuan Romawi,
atau hikmah Persia. Generasi ini hidup bahagia dengan wahyu Allah
semata, diterima langsung dari lisan Rasulullah saw.
KARAKTERISTIK KETUJUH : Pertemuan Rutin dan Kontinu
Pertemuan rutin di Darul Arqam mengikat
para jundi dengan qiyadah mereka, menumbuhkan rasa percaya (tsiqah) yang
kuat dikalangan para kader dan jundi, dan memperkuat tekad mereka untuk
melanjutkan perjalanan da’wah. Setiap sahabat yang datang ke Darul
Arqam menceritakan kepada ikhwah dan Nabinya tentang apa yang ia alami
hari ini, tentang perbincangan yang ia lakukan dan sanggahan-sanggahan
yang dialaminya. Kemudian imam para murabbi (Nabi saw.) memberikan
taujih ‘pengarahan’ yang sesuai dengannya, memuji sikapnya, meluruskan
kesalahannya, atau memerintahkan agar meninggalkannya
Sesungguhnya, pertemuan langsung yang
terus-menerus antara qiyadah dan para jundi ini akan memadamkan api
fitnah, membakar habis segala bentuk prasangka buruk, dan perkataan yang
tidak baik. Pertemuan inilah yang memperkokoh barisan dalam, menjadikan
“rajutannya” semakin kuat dan menyatu. Sedangkan, terhentinya pertemuan
dan jauhnya jarak antara qiyadah dan jundi, akan melemahkan tsiqah
‘rasa percaya’, membuka banyak peluang negatif di dalam shaf ‘barisan’
dan yang paling berbahaya, mengakibatkan rapuhnya bangunan aqidah.
KARAKTERISTIK KEDELAPAN : Shalat Secara Tersembunyi di Berbagai Lorong
Pada waktu itu, shalat diwajibkan pada
waktu pagi dan petang saja. Untuk shalat pagi kadang-kadang dilaksanakan
oleh kaum” muslimin di Ka’bah, sebelum banyak mata yang melihatnya.
Biasanya Nabi saw. keluar menuju Ka’bah pada permulaan siang untuk
melaksanakan shalat Dhuha. Pelaksanaan shalat ini tidak ditentang oleh
Quraisy. Dan, apabila Nabi saw. shalat di sepanjang hari setelah itu,
Ali atau Zaid ra. duduk menyaksikannya.
Shalat harus dilaksanakan karena ia
menghubungkan antara manusia dan Penciptanya. Tidak ada kebaikan bagi
agama yang tidak memerintahkan shalat. Sabda Nabi saw., “Batas antara seorang hamba dan kekafiran adalah meninggalkan shalat. “
KARAKTERISTIK KESEMBILAN : Menekankan Aspek Spiritual
Pada tahapan pembinaan, tidak ada sesuatu
yang lebih besar pengaruhnya dalam jiwa, selain daripada menekankan
ibadah, ketaatan, dan amalan-amalan sunnah. Ibadahlah yang akan
menghubungkan hati dengan Allah, meneguhkan jiwa dalam menghadapi segala
penderitaan, lulus menghadapi fitnah dan teguh di atas kebenaran. Ia
adalah tahapan ibadah, tabattul, qiyamul lail….
KARAKTERISTIK KESEPULUH : Membela Diri dalam Keadaan Darurat
Tindakan membela diri atau menolak
kezaliman punya pengaruh positif dalam meningkatkan moralitas
masyarakat, terutama orang-orang yang menghargai dan mengagumi
keksatriaan. Bahkan, tindakan itu bisa jadi dorongan bagi mereka untuk
bergabung ke dalam barisan da’wah karena terpengaruh oleh sikap
tersebut.
Namun, harus dicatat bahwa pembelaan diri
ini tidak boleh sama sekali bergeser menjadi balas dendam, permusuhan,
atau agitasi. Ia hanya terbatas sebagai tindakan menolak permusuhan
terhadap hak-hak asasi manusia biasa di setiap masyarakat, guna menjamin
kebebasan melaksanakan aqidah dan ibadah. Setiap orang yang meng-
ganggu orang Islam dalam mendapatkan hak asasi ini harus ditolak
gangguannya.
KARAKTERISTIK KESEBELAS : Sabar Menanggung Siksaan dan Penindasan di Jalan Allah
Setiap kabilah telah melancarkan berbagai
penyiksaan terhadap putra-putra dan budak-budak mereka untuk
memalingkan dan menghalangi mereka dari jalan Allah.
Adalah Abu Jahal apabila mendengar
seorang mulia dan kaya masuk Islam, ia mengancam dengan kerugian harta
dan penodaan kehormatan. Dan, apabila yang masuk Islam itu orang lemah,
ia memukul dan menyiksanya. Sedangkan, paman dari Utsman bin Affan biasa
menyiksa orang yang masuk Islam dengan cara membungkus orang itu dengan
tikar anyaman daun korma kemudian membakarnya sampai kulitnya
terkelupas seperti kulit ular. Ketika ibu Mush’ab bin Umair mengetahui
keislamannya, ia memutus biaya hidupnya dan mengusir keluar dari
rumahnya, padahal Mush’ab bin Umair sebelumnya bergelimang kemewahan.
KARAKTERISTIK KEDUA BELAS : Orang-Orang Lemah Boleh Menampakkan “Kemurtadan”
Dari Sa’id bin Jubair, ia berkata,
“Aku pernah bertanya kepada Abdullah bin Abbas, ‘Apakah orang-orang
musyrikin melancarkan siksaan kepada para sahabat Rasulullah saw sampai
siksaan itu membolehkan mereka untuk ‘meninggalkan agama mereka?’ Ibnu
Abbas menjawab, ‘Ya, demi Allah. Sesungguhnya orang-orang musyrik
memukuli salah seorang mereka, setelah tidak diberi makan dan minum,
sampai tidak bisa duduk akibat siksaan itu dan (terpaksa) memberikan apa
yang mereka inginkan, yaitu fitnah. Sampai mereka berkata kepadanya,
‘Lata dan Uzza adalah tuhanmu selain Allah?’ Ia menjawab, ‘Ya.’ Sampai
ketika ada kumbang melintas, mereka bertanya kepadanya, ‘Apakah kumbang
ini tuhanmu selain Allah?’ Ia menjawab, ‘Ya.
“Barangsiapa yang kafir kepada Allah sesudah dia beriman (dia mendapat kemurkaan Allah), kecuali orang yang dipaksa kafir padahal hatinya tetap tenang dalam beriman (dia tidak berdosa)…’ (an-Nahl [16]: 106).
KARAKTERISTIK KETIGA BELAS : Usaha Menyelamatkan Orang-Orang Lemah dengan Segala Sarana yang Memungkinkan
Solidaritas sosial sesama anggota
komunitas Islam ini merupakan puncak persamaan manusia. Islam datang
mengangkat martabat dan kehormatan para budak, setelah sebelumnya mereka
menjadi barang dagangan, bahkan lebih rendah dari binatang. Dalam Islam
mereka menemukan kemanusiaan serta menjadi orang-orang yang memiliki
aqidah dan fikrah. Dengan aqidah tumbuh rasa ‘izzah mereka dalam
menghadapi manusia. Karena aqidah, mereka siap melakukan jihad serta
menderita karenanya.
Tindakan Abu Bakar membeli para budak
kemudian memer- dekaannya, merupakan bukti keagungan agama ini dan
sejauh mana ia telah merasuki jiwa Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu.
Sungguh gerakan Islam sekarang perlu
menghidupkan kembali realitas yang mulia dan perasaan yang luhur ini.
Agar para kader- kadernya hidup saling mendukung dan solider,
sehingga setiap muslim merasa sebagai anak dari keluarga ini. Keluarga
ini dirasakannya lebih besar dari ayah, ibu, saudara, dan suaminya. Apa
yang kita saksikan sekarang berupa sikap saling menunjang dan rasa
senasib sepenanggungan antara para aktivis Islam atau mujahidin dan
orang-orang yang berkecimpung dalam gerakan Islam; menanggung para
janda, orang-orang yang terlantar, para istri orang-orang yang
dipenjarakan dan keluarga mereka, sungguh telah mengingatkan kita kepada
gambaran masyarakat Islam yang pertama. Perhiasan emas dan harta yang
dikorbankan para wanita muslimah untuk membantu saudara-saudara mereka
yang tertindas, merupakan bukti nyata akan ke- agungan agama ini. Agama
yang menjadikan para pemeluknya dalam satu keluarga, apabila salah
seorang anggotanya sakit maka semuanya ikut merasakannya.
bersambung…….
Tidak ada komentar:
Posting Komentar